Minggu, 24 Juni 2012

DPR Targetkan RUU Keperawatan Selesai Tahun ini

Jakarta Kamis, 05/04/2012 20:10 WIB Rancangan Undang-undang Keperawatan (RUU Keperawatan) menjadi prioritas pembahasan pada tahun ini karena sudah diputuskan prolegnas 2012. Komisi IX DPR RI sepakat untuk menargetkan RUU Keperawatan akan selesai tahun ini.”Kita di Komisi IX DPR semangat menargetkan selesai pembahasan RUU Keperawatan pada tahun ini. Jadi, mohon dukungan dan sarannya,” ujar anggota PanjaRUU Keperawatan Herlini Amran, dalam rilisnya yang diterimaJurnalparlemen.com, Kamis (5/4).Legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini melanjutkan bahwa sebenarnya RUU ini sudah dicetuskan sejak tahun 1989. Akan tetapi, RUU Keperawatan baru diajukan ke DPR tahun 2004, namun sampai hari ini belum jelas keberadaannya.
“Hari ini Panja Keperawatan sudah mulai melakukan pembahasan RUU Keperawatan yang di pimpin oleh dr. Ahmad Nizar Shihab yang baru dilantik menjadi ketua Panja RUU Keperawatan menggantikan dr. Ribka Tjiptaning,” ujarnya.
Menurut data Kementerian Kesehatan, jumlah perawat di Indonesia sekitar 624.000 orang, sedangkan jumlah dokter mencapai 70.000 orang.
Anggota DPR dapil Kepuluan Riau ini mengatakan, dengan jumlah lulusan perawat yang besar tersebut merupakan potensi untuk pemerataan sumber daya kesehatan ke seluruh wilayah di Tanah Air. Dan, hal itu diperkuat fakta 60 persen tenaga kesehatan adalah perawat.
“Apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk berdasarkan Sensus 2010 sebanyak 237,6 juta orang maka rasio perawat terhadap penduduk adalah 262,6 orang perawat setiap 100.000 penduduk,” tuturnya.
Beberapa tujuan dibentuknya RUU Keperawatan itu untuk memajukan kesejahteraan umum sebagai salah satu tujuan nasional. Ini ; seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, perlu diselenggarakan pembangunan kesehatan.
“Penyelengaraan pembangunan kesehatan diwujudkan melalui penyelenggaraan pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan keperawatan. Dimana penyelengaraan pelayanan keperawatan harus dilakukan secara bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, aman, dan terjangkau oleh perawat yang telah tersertifikasi, registrasi, dan lisensi,” ujarnya.
Ia menambahkan, bahwa pengaturan mengenai keperawatan masih tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan dan belum memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada perawat dan masyarakat sehingga perlu diatur secara komprehensif.
Sumber : jurnalparlemen.com - detikNews

Sabtu, 07 April 2012

LAPORAN PENDAHULUAN ATRESIA ANI

LAPORAN PENDAHULUAN

ATRESIA ANI

IMPERFORATA ANI (ATRESIA ANI)

Definisi

Imperforata ani adalah tidak komplit perkembangan embrionik pada distal (anus) atau tertutupnya anus secara abnormal.

Patofisiologi

-          Terdapat dua tipe yaitu tipe letak tinggi, yang mana terdapat penghalang diatas otot leverator ani. Tipe letak rendah adalah adanya penghalang dibawah otot leverataor ani.
-          Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang beerkembang jadi kloaka yang merupakan bakat genetourinary da struktur anorektal.
-          Terjadi stenosis anal karena adanya peyempitan pada pada kanal anorektal.
-          Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 minggu dalam perkembangana fetal.
-          Gangguan migrasi dapat juga karena kegagalan dalan agenesisi sakral dan abnormallitas pada uretra dan vagina.
-          Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabakan fecal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi.

Komplikasi

·         Obstruksi intestinal.

Etiologi

·         Secara pasti belum diketahui
·         Merupakan anomali gastrointestinal dan genetourinary

Manifestasi klinik

·         Kegagalan lewatnya mekonium saat atau setelah lahir.
·         Tidak ada atau stenosis kanal.
·         Adanya membran anal.
·         Fistula eksterrnal pada perineum

Panatalaksanaan terapeutik

·         Pembedahan :
F  Kolostomi.
F  Transversokolostomi (kolostomi dikolon trangversum)
F  Sigmoidostomi (kolostomi dikolon sigmoid)
F  Bentuk yang aman adalah daoudle barret atau laran ganda.

Diagnosa keperawatan

1.      Inkontinen bowel (tidak efektif fungsi ekskretorik) berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus.
2.      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi.
3.      Resiko infeksi beerhubungan dengan prosedur pembedahan
4.      Kecemasan keluarga berhubungan dengan prosedur permbedahan dan kondisi bayi
5.      Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kebutuhan keperwatan dirumah dan pembedahan.

Intervensi

Diagnosa 1 dan 2

1.      Berikan perawatan kulit pada anoplasty dan jaga area tetap bersih
2.      Kaji adanya kemerahan, bengkak, dan drainase
3.      Posisikan bayi miring kesamping dengan kaki fleksi atau dengan kaki prone dan panggul ditinggikan untuk mengurangi edema dan tekanan pada area pembedahan.
4.      Gunakan kantong kolostomi yang hipoalergi untuk melindungi kalit yang sensitif.
5.      Petahankan puasa dan berikan terapi hidrasi melalui IV sampai fungsi usus normal.
6.      Kaji kolostomi : warna harus pink, dan tidak ada purulen, pembengkakan atau kerusakan kulit.
7.      Dilatasikan anal setelah pembedahan sesuai program
Diagnosa 3
1.      Kaji tanda – tanda infeksi.
2.      Mengganti balutan dengan teknik steril
3.      Hindari bahan – bahan yang dapat mengkontaminasi insisi pembedahan.
4.      Jaga kulit tetap kering dan tidak ada pembesaran.
5.      Pantau kolostomi dengan konstan
Diagnosa 4
1.      Ajarkan untuk mengekspresikan perasaan.
2.      Berikan onformasi tentang kondisi, pembedahan dan perawatan dirumah.
3.      Ajarkan keluarga untuk berpartitisifasi dalam perawatan bayi
4.      Berikan pujian pada orangtua saat melakuakan perawatan pada bayi
5.      Lakukan boding orangtua – bayi
6.      Jelaskan kebutuhan terapi : IV, NGT, pengukuran tanda – tanda vitaldan pengkajian
Diagnosa 5
1.      Ajarkan perawatan kolostomi dan partisifasi keluarga dalam perawatan sampai mereka dapat melakukan perawatan
2.      Konsulkan keperwat enterostomal bila perlu.
3.      Berikan pujian saat melakukan perawatan dan jawab pertanyaan secara jujur apa yang dibutuhkan keluarga
4.      Ajarkan untyuk mengenal tanda – tand dan gejala yang perlu dilaporkan pada perwat , dokter, atau perawat enterostomal.
5.      Ajarkan bagaimana memberikan pengamanan pada bayi dan melakukan dilatasi pada anal.
6.      Berikan instruksi secara tertulis dan verbal tentang alat – alat yang dibutuhkan untuk perwatan dirumah.
7.      Tekankan tetap mengadakan stimulasi pada bayi untuk mensupport tumbuh kembang.


Buku Sumber :

Suriadi dan Yuliani, Rita. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Pt FAJAR INTERPRATAMA
















































PATOFISIOLOGI ATRESIA ANI POST OPERASI











LAPORAN PENDAHULUAN AUTISME PADA ANAK

                                           LAPORAN PENDAHULUAN

AUTISME PADA ANAK

A.     KONSEP DASAR AUTISME

1.      Pengertian

Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Autism hingga saat ini masih belum jelas penyebabnya. Dari berbagai penelitian klinis hingga saat ini masih belum terungkap dengan pasti penyebab autisme. Secara ilmiah telah dibuktikan bahwa Autisme adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh muktifaktorial  dengan banyak ditemukan kelainan pada tubuh penderita. Beberapa ahli menyebutkan autisme disebabkan karena terdapat gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa. Terdapat juga pendapat seorang ahli bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autisme.
Tetapi beberapa penelitian menunjukkan keluhan autism dipengaruhi dan diperberat  oleh banyak hal, salah satunya karena manifestasi alergi. Renzoni A dkk tahun 1995 melaporkan autism  berkaitan erat dengan alergi. Menage P tahun 1992 mengemukakan bahwa didapatkan kaitan IgE dengan penderita Autism.
Obanion dkk 1987 melaporkan setelah melakukan eliminasi makanan beberapa gfejala autisme tampak membaik secara bermakna. Hal ini dapat juga dibuktikan dalam beberapa penelitian yang menunjukkan adanya perbaikan  gejala pada  anak autism yang menderita alergi, setelah dilakukan penanganan elimnasi diet alergi.  Beberapa laporan lain mengatakan bahwa gejala autism semakin buruk bila manifestasi alergi itu timbul.

a.       Menurut Pendapat Lain Autisme Berasal Dari Kata Auto Yang Berarti Sendiri.

1)      Autisme diartikan oleh Lei Kanner dalam penelitiannya pada tahun 1943 adalah suatu gangguan metabolisme tubuh yang dapat menyebabkan kelainan pada seseorang sehingga secara tidak langsung individu tersebut dapat dikatakan “ hidup dalam dalam dunianya sendiri” (Dr. Melly Budhiman, 2002)

2)       Autisme infatil adalah salah satu kelainan psikosis (istilah umu yang dipakai untuk menjelasakan suatu perilaku aneh dan tak dapat diprediksi berlanjut) yang berarti penarikan diri dan kehilangan kontak dengan realitas atau orang lain yang terjadi pada masa usia anak-anak (M.Sacharin, 1993).
3)       Autisme adalah ketidakmampuan anak untuk mengerti perilaku, apa yang mereka lihat, dengan yang mengakibatkan masalah yang cukup berat dalam hubungan sosialnya.
4)       Autisme merupakan istilah untuk sekumpulan gejal / masalah gangguan perkembangan pervasif pada 3 tahun pertama kehidupan karena adanya abnormalitas pada pusat otak, sehingga terjadi gangguan dalam interaksi sosialgangguan komunikasi dan gangguan perilaku.
5)       Autisme merupakan anak yang mengalami gangguan perkembangan pervasif yang ditandai dengan gangguan kualitatif dalam interaksi sosial, komunikasi dan adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku minatdan kegiatan yang terjadi pada anak sebelum umur 3 tahun.
6)       Autisme bukanlah penyakit menular namun suatu gangguan perkembangan yang luas yang ada pada anak. Bahkan ada seorang ahli yang mengatakan bahwa autisme merupakan dasar dari manusia yang berkepribadian ganda (scizhophren).
b.      Jenis Kelainan Autisme :
1)       Childhood autisme yaitu kelainan pertumbuhan anak sejak lahir sampai usia 3 tahun.
2)       Atypical autisme yaitu kelainan pertumbuhan pada anak sesudah usia 3 tahun.
3)       Reff’s syndrom yang umumnya pada anak perempuan.
4)       Overach disorder associated with Mental Retardation and Stereotyped Movement.
5)       Childhood Disintegrative Disorders.
6)       Asperges Syndrom.
7)       Other persasive development Disorder.

2.      Etiologi

Penyebab kelainan ini masih belum diketahui secara pasti dan masih dalam tahap penelitian, tetapi dalam beberapa asumsi menyatakan bahwa penyebab dan faktor pencetus autisme dapat berasal, dari (Dr. Melly Budhiman, 2002) :
a.       Lingkungan yang terpapar oleh organisme atau bahan beracun seperti virus, jamur, rubella, herpes toxoplasma dalam vaksin imunisasi MMR (Mums, Measles, Rubella), zat aditif yaitu MSG, pewarna, ethil mercury (Thimerosal) dalam pengawetmakanan, serta beberapa logam berat seperti Arsen (As), Cadmium (Cd), Raksa (Hg), Timbal (Pb), alergi berat, obat-obatan, jamu peluntur, muntah hebat, perdarahan berat.
b.      Adanya gangguan pencernaan dan radang dinding usus karena alergi sehingga terjadi ketidak sempurnaan pencernaan kasein dan gluten.
c.       Kelainan otak organik, hal ini dimungkinkan karena adanya kelainan SSP yaitu jumlah serat Purkinje Cerebellum yang diikuti oleh dampak menurunnya jumlah serotonin sehingga jumlah rangsang informasi antar otak menurun. Pada struktur sistem limbik otak yang mengatur emosi juga mengalami kelainan.
d.      Faktor genesis atau keturunan (yang diperkirakan menjadi penyebab utama) dan kelainan gen yang dapat menyebabkan gangguan proses sekresi logam berat dari tubuh yang dapat berdampak pada keracunan otak. Hal ini dapat menjadi pencetus autisme jika ada faktor pemicu lain yang ikut berperan.
Faktor pemicu lain yang berperan dalam timbulnya gejala Autisme adalah :
a.       Kelainan Otak  Organik
Bagian otak yang mengalami kelainan adalah :
1)      Lobus Parietalis otak, yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya.
2)      Otak kecil (cerebellum) pada lobus VI dan VII yang bertanggung jawab pada proses sensoris, daya ingat, berpikir, belajar berbahasa dan proses  atensi (perhatian). Juga didapatkan jumlah sel purkinje di otak kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan dopamin, lalu terjadi kekacauan impuls di otak.
3)      Sistem Limbik yang disebut hippocampus dan amygdala, yang mengganggu fungsi kontrol terhadap agresi dan emosi. Amygdala bertanggung jawab terhadap berbagai rangsang sensoris, Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat, sehingga terjadilah kesulitan menyimpan informasi baru.
b.      Faktor Genetika
Diperkirakan adanya kelainan kromosom pada anak autisme.
c.       Gangguan Kehamilan dan Kelahiran
1)      Gangguan pada ibu saat kehamilan semester pertama
Faktor pemicunya adalah : infeksi (toksoplasmosis, rubella, candida), logam berat (Pb, Al, Hg, Cd), zat aditif (MSG, pengawet, pewarna), alergi berat, obat-obatan, jamu peluntur, hiperemesis dan perdarahan hebat.
2)      Kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi gangguan nutrisi dan oksigenasi pada janin serta pemakaian forcep.
d.      Lingkungan
Terjadi sesudah lahir yaitu infeksi ringan-berat pada bayi oleh karena imunisasi  MMR dan Hepatitis B (masih kontroversi), logam berat, zat pewarna dan pengawet, protein susu sapi (kasein), protein tepung terigu (gluten), infeksi jamur akibat pemakaian antibiotik yang berlebihan.

3.      Gejala

Perilaku autisme dapat digolongkan dalam 2 jenis :

a.       Eksesif (berlebihan) misalnya hiperaktif, tantrum, menjerit, mengepak, menggigit, mencakar, memukul, sering terjadi self abuse.

b.       Defisit (kekurangan) misalnya gangguan bicara, perilaku sosial kurang sesuai, defisit sensori, emosi tidak tepat (tertawa tanpa sebab, menangis tanpa sebab dan melamun).
Umumnya penderita autis infantil memperlihatkan pertumbuhan fisik yang wajar dan normal seperti pada tingkat kemampuan gerak (berjalan, merangkak, berdiri), kemampuan bercakap-cakap, dan berinteraksi dengan lingkungannya. Anak dengan autis juga dapat meniru beberapa lagu yang didengarkannya atau dapat mengunakan panca indranya dengan normal dan luas ketika mengeksploraesi lingkungannya. Walaupun terdapat kenormalan pada proses pertumbuhannya, pada anak penderita autis didapati keterbatasan dalam memfungsikan organnya.
Misalnya :
a.       Sulit berbicara (Aphasia), pada pertumbuhan anak normal didapati kelancaran bicara pada usia 12-14 bulan.
b.      Sulit menggerakkan badan karena gangguan saraf motorik (Apraxia).
c.       Sulit menggerakkan otot (Athaxia)
d.      Tangan terus bergerak dan tak terkendali (Athetoid).
e.       Mengalami kesulitan membaca(Dyslexia).
f.       Mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata atau kalimat yang sulit dan rumit (Dyphasia).
g.      Sulit menggerakkan kaki dan tangan (Dyskinesia) karena kekakuan otot kaki dan tangan (Spastic) atau kelemasan ototkaki dan tangan (hipotonic) sehingga tak mampu untuk mengembangkan kemampun duduk, berdiri dan berjalan secara mandiri, pada pertumbuhan anak normal didapati kemampuan untuk berdiri sendiri dan berjalan pada usia 6-18 bulan.
h.      Terdapat kegagalan untuk memberikan respon terhadap rangsang nyeri sehingga anak sering terlihat menyakiti diri sendiri.
i.        Mungkin didapatkan adanya kelainan bentuk jari tangan dan kaki yang nantinya juga dapat mempengaruhi perkembangan mental, kejiwaan, dan intelektual.
Anak autis dapat menunjukkan pertumbuhan fisik normal hingga sekitar usia 2 tahun setelah itu didapati penurunan kesehatan yang drastic, Kriteria DSM-IV (Diagnostik dan Stastistikal Manual) autisme ,Harus ada sedikitnya 6 gejala dari 1,2 dan 3
a.       Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal 2 gejala :
1)      Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai, kontak mata kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak gerik kurang tertuju.
2)       Tak bisa main dengan teman sebaya.
3)      Tak dapat merasaka apa yang dirasa orang lain.
4)      Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.
b.      Gangguan kualitatif dalam komunikasi
1)      Bicara terlambat / bahkan sama sekali tak berkembang (dan tak ad usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara).
2)      Bila bisa bicara tak dipakai untuk komunikasi.
3)      Cara main kurang variatif, kurang imajinatif, kurang bisa meniru.
4)      Menggunakan bahasa aneh dan diulang.
c.       Suatu pola yang dipertahankan dan diulang dari perilaku, minat dan kegiatan
1)      Pertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang khas dan berlebih.
2)      Terpaku suatu kegiatan ritualistik/ rutinitas tidak berguna, menolak suatu perubahan.
3)      Gerakan aneh yang khas dan diulang.
4)      Sering terpukau pada bagian benda.
d.      Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan / gangguan dalam bidang :
1)      Interaksi sosial
2)      Bicara dan berbahasa
3)      Cara bermain yang kurang variatif
e.       Bukan disebabkan oleh Reff’s Syndrom.
4.      Ciri Dan Mitos Autisme
Referensi baku yang dipakai untuk menjelaskan jenis autisme adalah standar Amerika DSM revisi keempat (Diagnostic and Statistical Manual) yang memuat kriteria yang harus dipenuhi dalam melakukan diagnosa autisme. Diagnosa ini hanya dapat dilakukan oleh tim dokter / praktisi ahli bersadarkan pengamatan seksama terhadap perilaku anak autisme dan disertai konsultasi dengan orang tua anak.
Pada kenyataanya, sangat sulit untuk membagi kategory / jenis autisme mengingat tidak ada / jarang ditemukan antara satu dan lain penyandang autisme yang mempunyai gejala yang sama. Setiap penyandang autisme mempunyai ke-'khas'-annya sendiri sendiri. Dengan kata lain ada 1001 jenis atau mungkin satu juta satu jenis autisme di dunia ini yang tidak dapat diperinci satu persatu. Istilah yang lazim dipakai saat ini oleh para ahli adalah 'kelainan spektrum autisme' atau ASD (Autism Spectrum Disorder).
Anak yang telah didiagnosa dan masuk dalam kategori PDD mempunyai persamaan dalam hal kekurang mampuan bersosialisasi dan berkomunikasi akan tetapi tingkat kelainan-nya (spektrum-nya) berbeda satu dengan lainnya.
Seperti dikatakan oleh Ibu Dra Dyah Puspita (psikolog) quote - karena begitu banyaknya jenis / ciri penyandang autisme, sehingga lebih berupa rangkaian dari kelabu muda sekali hingga kelabu tua sekali... (banyak nuansa-nya) . Penggunaan istilah autisme berat/parah dan autisme ringan dapat menyesatkan karena jika dikatakan berat/parah orang tua dapat merasa frustasi dan berhenti berusaha karena merasa tidak ada gunanya lagi. Sebaliknya jika dikatakan ringan/tidak parah maka orang tua merasa senang dan juga dapat berhenti berusaha karena merasa anaknya akan sembuh sendiri. Pada kenyataannya, baik ringan ataupun berat, tanpa penanganan terpadu dan intensif, penyandang autisme sulit mandiri - unquote.
Agar dapat membantu melihat beberapa kelompok besar spektrum autisme yang ada, dapat dilihat dari kategori utama dibawah ini:
a.       Kelainan Autis
Ketidakmampuan dalam bersosialisasi dan berkomunikasi. Sampai dengan umur 3 tahun mempunyai daya imajinasi yang tinggi dalam bermain dan mempunyai perilaku, minat dan aktifitas yang unik (aneh).
Dikategorikan sebagai ketidak mampuan dalam bersosialisasi dan mempunyai minat dan aktifitas yang terbatas tanpa adanya keterlambatan dalam kemampuan berbicara. Kecerdasannya berada pada tingkat normal atau diatas normal.
b.      PDD-NOS (Pervasive Developmental Disorder Not Otherwise Specified)
Atau biasa disebut Autis yang tidak umum dimana diagnosis PDD-NOS dapat dilakukan jika anak tidak memenuhi kriteria diagnosis yang ada (DSM-IV) akan tetapi terdapat ketidakmampuan pada beberapa perilakunya.

c.       Kelainan Rett
Ketidakmampuan yang semakin hari semakin parah (progresif). Sampai saat ini diketahui hanya menimpa anak perempuan. Pertumbuhan normal lalu diikuti dengan kehilangan keahlian yang sebelumnya telah dikuasai dengan baik- khususnya kehilangan kemampuan menggunakan tangan yang kemudian berganti menjadi pergerakan tangan yang berulang ulang dimulai pada umur 1 hingga 4 tahun.
d.      Kelainan Disintegrasi Masa Kanak-kanak
Pertumbuhan yang normal pada usia 1 sampai 2 tahun kemudian kehilangan kemampuan yang sebelumnya telah dikuasai dengan baik.
e.       Kutipan dari tulisan Dr. Hardiono D. Pusponegoro SpA(K)
"Klasifikasi autisme ditentukan berdasarkan kesepakatan para dokter dan dituangkan dalam Diagnostic and Statistical Manual IV (DSM-IV) atau International Classification of Diseases 9 dan 10 (ICD-9 dan ICD-10). Dalam klasifikasi tersebut, diagnosis autisme harus memenuhi syarat tertentu. Bila tidak memenuhi semua kriteria diagnosis, digolongkan dalam PDD-NOS (Pervasive Developmental Disorders not otherwise specified). Akhir-akhir ini, banyak ditemukan kasus-kasus yang masih sangat kecil dengan gejala yang tidak khas. Khusus untuk kasus-kasus ini, kriteria DSM-IV atau ICD-9-10 sulit diterapkan. Beberapa peneliti mencoba membuat klasifikasi khusus untuk anak yang masih kecil dengan fokus pada tahapan perkembangan anak, disebut sebagai Diagnostic Classification: 0-3 (DC 0-3). Walaupun klasifikasi ini belum diterima secara menyeluruh, ada baiknya kita mempelajarinya. Dalam DC 0-3, ada beberapa klasifikasi untuk anak-anak yang menunjukkan gejala mirip sekali dengan autisme misalnya Regulatory Disorder dan Disorders of Relating and Communicating dengan MSDD (Multisystem Developmental Disorder) sebagai salah satu contoh. Sebagian anak ini akan berkembang menjadi autisme, namun banyak di antaranya yang sangat responsif terhadap terapi dan berkembang menjadi anak yang normal. "
f.       Pertanyaan seputar MSDD (Multisystem Developmental Disorder)
Dalam klasifikasi DSM IV tidak ada istilah MSDD. Hanya Gangguan Autistik
untuk yang memenuhi kriteria dan PDD NOS (Pervasive Developmental Disorders Not Otherwise Specified) untuk yang tidak memenuhi kriteria.
g.      Klasifikasi Yang Menyebut Tentang MSDD Dibuat Oleh Sekelompok Peneliti Yangdisebut Sebagai Klasifikasi 0-3 (Diagnostic Classification:0-3).
DC:0-3 berpendapat bahwa ada kasus-kasus dimana gangguan interaksi dan komunikasi terjadi sekunder terhadap kesulitan pemrosesan input sensoris, sehingga kasus-kasus ini lebih fleksibel dan memberi respons yang baik terhadap intervensi dini. Gangguan prosesing menyebabkan gangguan komprehensi/ pengertian, dan kesanggupan melakukan ekspresi atau aksi. Istilah MSDD menggambarkan bahwa anak mengalami gangguan sensoris multipel
dan interaksi sensori-motor.
Ada 3 pola MSDD:
1.      Pola A: Anak tidak mempunyai tujuan dan tidak mengadakan hubungan untuk sebagian besar waktunya. Mereka menunjukkan kesulitan yang menonjol dalam perencanaan gerak, sehingga tidak memperlihatkan suatu mimik yang sederhana sekalipun.
2.      Pola B: Anak-anak ini memperlihatkan pola hubungan yang intermiten. Merekadapat menunjukkan mimik yang sesuai sekali-sekali.
3.      Pola C: Anak-anak ini memperlihatkan hubungan yang lebih konsisten.Jadi bila berpegang pada DSM-IV hanya ada Gangguan Autistik dan PDD-NOS,
4.      Kalau berpegang pada DC:0-3 ada MSDD dengan 3 pola, pola A paling berat, B lebih ringan, C paling ringan.
8.   Indikator Perilaku
a.       Bahasa
1)      Ekspresi wajah yang datar
2)      Tidak menggunakan bahasa / isyarat tubuh
3)      Jarang memulai komunikasi
4)      Tidak meniru aksi dan suara
5)      Bicara sedikit / tidak ada mungkin cukup verbal
6)      Membeo kata / ekolia (bicara yang mengulang kata)
7)      Intonasi atau ritme vokal yang aneh
8)      Tampak tidak mengerti arti kata
9)      Mengerti dan menggunakan kata secar terbatas (Literally, letterlik)
b.      Hubungan dengan orang
1)      Tidak responsif
2)      Tidak ada senyum sosial
3)      Tidak komunikasi dengan mata
4)      Kontak mata terbatas
5)      Tampak asyik bila dibiarkan sendiri
6)      Tidak melakukan permainan giliran
7)      Menggunakan tangan dewasa sebagai alat
8)      Menarik diri
c.       Hubungan dengan lingkungan
1)      Bermain repetitif / diulang
2)      Marah atau tidak menghendaki perubahan
3)      Berkembangnya rutinitas yang kaku
4)      Memperlihatkan ketertarikan sangat dan tidak fleksibel
d.      Respon terhadap rangsangan indra
1)      Kadang seperti tuli
2)      Panik / ketakutan terhadap suara tertentu yang akan mengarah anak mangalami gangguan mental psikotik paranoid, schizonypal (menyendiri), histionik (selalu ingin diperhatikan).
3)      Sensitif terhadap suara
4)      Main dengan cahaya dan pantulan
5)      Memainkan jari didepan mata
6)      Tidak suka terhadap pakaian dan makanan tertentu
7)      Tertarik pola/ tekstur/ bentuk tertentu
8)      Hiper/ inaktif
9)      Memutar-mutar, membentur-benurkan kepala, menggigit pergelangan
10)  Lompat-lompat/ mengepakkan tangan
11)  Tahan / respon aneh terhadap nyeri
12)  Sering mengedipkan mata
13)  Wajah sering menyeringai

9.      Patofisiologi

Diperkirakan bahwa genetik merupakan penyebab utama dari autisme. Tapi selain itu juga faktor lingkungan misal terinfeksi oleh bahan beracunyang akan merusak struktur tubuh. Selain itu bahan-bahan kimia juga dapat menyebabkan autisme.karena kita ketahui bahwa bila bahan tersebut masuk dalam tubuh akan merusak pencernaan dan radang dinding usus karena alergi. Bahan racun masuk melalui pembuluh darah yang bila tidak segera diatasi bisa menuju ke otak kemudian bereaksi dengan endhorphin yang akan mengakibatkan perubahan perilaku.

Anak dengan autisme mengalami gangguan pada otaknya yang terjadi karena infeksi yang disebabkan oleh   jamur, logam berat, zat aditif, alergi berat,obat-obatan, kasein dan gluten. Infeksi tersebut terjadi pada saat bayi dalam kandungan maupun setelah lahir. Kelainan yang dialami anak autisme terjadi pada otak bagian lobus parietalis, otak kecil (cerebellum) dan pada bagian sistem limbik. Kelainan ini menyebabkan anak mengalami gangguan dalam berpikir, mengingat dan belajar berbahasa serta dalam proses atensi. Sehingga anak dengan autisme kurang berespon terhadap berbagai rangsang sensoris dan terjadilah kesulitan dalam menyimpan informasi baru.

10.  Terapi dan Penatalaksanan
Terapi dan stimulasi mana yang diperlukan? Kita kembali kepada kenyataan bahwa terapi bersifat individual dan harus disesuaikan dengan umur, fase perkembangan dan gejala yang ditemukan. Tidak ada metode yang 100% paling baik untuk semua anak. Para terapis yang menggunakan berbagai metode berlainan harus bekerjasama dengan baik. Bila kasus tidak mengalami kemajuan dengan satu metode terapi, harus dilakukan terapi kombinasi atau dicari cara terapi yang lain.
Apakah peran obat-obatan? Karena penyebab belum diketahui dengan pasti, obat biasanya hanya ditujukan untuk menghilangkan gejala yang sangat mengganggu. Contoh paling klasik adalah perilaku self-injurious yang sangat berbahaya karena anak mencoba melakukan hal yang menyakiti atau merusak diri sendiri misalnya membenturkan kepala ke tembok atau lantai, memukul kepala dengan sangat keras, atau menggigit anggota tubuhnya. Dua puluh persen penyandang autisme mengalami kejang atau epilepsi. Hal ini juga harus mendapat obat yang tepat. Ini berarti bahwa terapi obat untuk penyandang autisme bersifat sangat individual. Bila dokter menganggap bahwa anak memerlukan pengobatan khusus, sebaiknya hal tersebut didiskusikan dengan orang tua. Orang tua harus mendapat penjelasan mengapa perlu diberikan, bagaimana cara mengkonsumsi obat, efek samping yang mungkin terjadi dan lain-lain. Dokter juga harus menghargai pendapat orang tua bila mereka tidak menginginkan terapi obat-obatan.
Dalam bidang yang masih merupakan grey area, dokter dan orang tua harus memahami bahwa tidak semua publikasi kedokteran atau publikasi lain adalah benar atau sahih. Dokter harus mempelajari teknik menilai Evidence-based medicine sehingga mereka dapat menentukan apakah suatu publikasi memang benar atau kurang benar, dan mendiskusikan hal tersebut dengan orang tua. Selanjutnya, karena ilmu kedokteran belum dapat memberi jawaban yang pasti, muncul berbagai terapi komplementer dan alternatif. Bila terapi komplementer dan alternatif ini memang merupakan hasil suatu penelitian yang sahih, pasti akan di adopsi oleh dunia kedokteran sebagai terapi standar. Dokter dan orang tua harus waspada terhadap laporan anekdotal, testimoni, serta berbagai klaim berlebihan mengenai kesembuhan, terutama bila teknik pengobatan tersebut memerlukan kepatuhan, waktu, enerji, dan biaya yang berlebihan.
Bila keluarga sudah memutuskan untuk memberikan terapi komplementer atau alternatif, lakukanlah diskusi dengan dokter anda. Barangkali dokter dapat memberi bantuan mengenai bagaimana cara mengevaluasi terapi, menentukan hasil yang harus diperoleh, menentukan kemungkinan efek samping dan menentukan apakah terapi dapat diteruskan karena bermanfaat atau dihentikan karena tidak bermanfaat atau ada efek samping. Berilah kesempatan kepada dokter untuk mempelajari terapi alternatif tersebut dan mendiskusikannya dengan anda.
Akhirnya, khusus dalam bidang autisme tidak ada yang dapat mengklaim diri sebagai pakar, tidak ada juga yang dapat mengklaim bahwa autisme milik suatu subspesialisasi tertentu. Kerjasama antara dokter, terapis dan orang tua sangat penting demi kemajuan anak, jangan saling merasa benar sendiri atau saling menyalahkan.
Tetapi Menurut Beberapa Sumber Ada Terapi Yang Biasanya Digunakan Yaitu :
a.       Terapi perilaku misal dengan Tx. Okupasi, Tx. Wicara, sosialisasi dengan menghilangkan perilaku yang tidak benar.
Terapi perilaku pada anak dengan autisme berguna untuk mengurangi perilaku yang tidak lazim dan menggantinya dengan perilaku yang bisa diterima oleh masyarakat.
1)      Terapi Okupasi
Terapi okupasi pada anak dengan autisme bertujuan untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan ketrampilan ototnya karena kadang anak autisme juga mempunyai perkembangan motorik yang kurang baik.
2)      Terapi Wicara
Speech Therapy merupakan suatu keharusan karena semua penyandang autisme mempunyai keterlambatan bicara dan kesulitan berbahasa
3)      Sosialisasi dengan menghilangkan perilaku yang tidak wajar
Terapi ini dimulai dari kepatuhan dan kontak mata, kemudian diberikan pengenalan konsep atau kognitif melalui bahasa reseptif dan ekspresif. Setelah itu barulah anak dapat diajarkan hal-hal yang bersangkutan dengan tata krama.
b.      Terapi Biomedik
Obat-obatan untuk autisme sifatnya sangat individual dan perlu berhati-hati, sebaiknya dosis dan jenisnya diserahkan kepada dokter spesialis yang memahami autisme.
Jenis obat, food suplement dan vitamin yang sering dipakai saat ini untuk anak autisme adalah risperidone (Risperdal), ritalin, baloperidol, pyridoksin (vit. B6), DMG (vit. B15), TMG, magnesium, omega-3 dan omega- 6.

c.       Sosialisasi school regular
Anak dengan autisme yang telah mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan baik dapat dicoba untuk memasuki sekolah   normal sesuai dengan umurnya.
d.      Sekolah Khusus.
Di dalam pendidikan khusus ini biasanya telah diramu terapi perilaku, terapi wicara dan terapi okupasi dan bila perlu dapat ditambah dengan terapi obat-obatan, vitamin dan nutrisi yang memadai.
            Pada saat ini masih belum terdapat terapi medis maupun psikologis yang dianggap efektif dalam proses penyembuhan autis ini. Tujuan umum terapi pada autis ini menurut Sacharin (1995) ialah untuk membantu mengatasi cacatnya dan mengembangkan ketrampilan sosialnya. Farmakoterapi pada penderita auits hany a bermanfaat untuk menangani masalah penyimpangan perilaku ( gelisah, selalu ribut, dan berusaha untuk melukai diri sendiri)yaitu dengan Tionidazin dan Klorpromazin. Keadaan tidak bisa tidur dapat diatasi dengan Sedatif(Kloralhidrat), konvulsi dapat diatasi dengan Antikonvulsant, dan hiperkinesis dapat diatasi dengan diit bebas pengawet. Metode terapi non farmakologis dapat berupa dukungan Reward-punishment yaitu pemberian haida sebagai dorongan positif dan dorongan negatif berupa hukuman.
            Sedangkan pada terapi yang diterapkan oleh Dr. Amdreas Rett (Peduliautisme.org) didapatkan 3 buah langkah terapi yang disebut dengan istilah  Rehabilitasi :
1)      Tahapan yang pertama adalah Rehabilitasi dasar, kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan anak untuk menggerakkan tangan dan kaki, berbicara dan mengenali suara senormal mungkin.
2)      Tahap kedua adalah tahap Rehabilitasi lanjutan atau tahap fungsiologis yang nantinya diarahkan untuk memulihakan kelemahan yang tak dapat diatasi pada tahap sebelumnya, berisikan kegiatan pelatihan fisik lanjutan, pelatihan emosi kejiwaan, dan peningkatan intelektualitasdasar anak secara padu dalam kelompok bermain.
3)      Tahap ketiga adalah tahap Rehabilitasi antisipasi Plateu or Pseudo-Stationery Stage, yang diarahkan pada terapis dan orang tua anak untuk terus mengawasi anak dari tahapan makin sulit bergerrak ( Late Motor Deterioration) walaupun pada tahap 1 dan 2 telah mengalami kemajuan. Bentuk lain dari terapi autis yang ada pada masa sekarang ini pelatihan oleh sekolah autis yang bekerja sama dengan organisasi internasional penanggulangan autis yang salah satu bentuk pengajarannya adalah dengan melatih anak dengan berbicara sambil menatap wajah lawan bicara dan car duduk yang tenang. Informasi dalam bidang terapi autis yang sedang trend saat ini adalah Kasein  (susu, keju, yogurth, krim), dan Glutein (terigu, tepung vanir, bulgur, gandum dan oath).
Keduanya adalah semacam protein enzim yang tak dapat dipecah oleh metabolisme tubuh penderita autis, kerusakan mukosa kecil akan menyebabkan bahan masuk melalui pembuluh darah. Bahan  beracun dalam sawar darah terbawa ke otak dan kemudian beraksi dengan endhorphin sehingga muncul gangguan perilaku. Terapi seperti ini disebut terapi biomedis yang tujuannya adalah untuk memperbaiki sistem pencernaan dan menurunkan jumlah alergen yang masuk. Prinsip dari kelainan autis adalah kemunculannya disebabkan karena adanya daya tahan tubuh anak yang menurun, sehingga prinsip pengobatan ialah untuk meningkatkan kekebalan tubuh klien.
11.  Lima Faktor Yang Mempengaruhi Kesembuhan :
a.       Berat ringannya  derajat
b.      Usia anak pertama tidak ditangani secara benar dan teratur
c.       Intensitas penanganan, metode menetapkan 40 jam perminggu
d.      IQ anak
e.       Keutuhan pusat bahasa di otak

B.      ASUHAN KEPERAWATAN

1.      Pengkajian

Dalam mengkaji anak autis adalah :
a.       Pola tingkah laku anak
b.      Cara mereka berinteraksi / berhubungan dengan orang lain
c.       Cara berkomunikasi secara verbal
d.      Perkembangan mental
2.      Diagnosa
Sejauh ini tidak ditemukan tes klinis yang dapat mendiagnosa langsung autisme. Diagnosa yang paling tepat adalah dengan cara seksama mengamati perlilaku anak dalam berkomunikasi, bertingkah laku dan tingkat perkembangannya. Dikarenakan banyaknya perilaku autisme juga disebabkan oleh adanya kelainan kelainan lain (bukan autisme) sehingga tes klinis dapat pula dilakukan untuk memastikan kemungkinan adanya penyebab lain tersebut.
Karena karakteristik dari penyandang autisme ini banyak sekali ragamnya sehingga cara diagnosa yang paling ideal adalah dengan memeriksakan anak pada beberapa tim dokter ahli seperti ahli neurologis, ahli psikologi anak, ahli penyakit anak, ahli terapi bahasa, ahli pengajar dan ahli profesional lainnya dibidang autisme. Dokter ahli / praktisi profesional yang hanya mempunyai sedikit pengetahuan / training mengenai autisme akan mengalami kesulitan dalam men-diagnosa autisme. Kadang kadang dokter ahli / praktisi profesional keliru melakukan diagnosa dan tidak melibatkan orang tua sewaktu melakukan diagnosa. Kesulitan dalam pemahaman autisme dapat menjurus pada kesalahan dalam memberikan pelayanan kepada penyandang autisme yang secara umum sangat memerlukan perhatian yang khusus dan rumit.
Hasil pengamatan sesaat belumlah dapat disimpulkan sebagai hasil mutlak dari kemampuan dan perilaku seorang anak. Masukkan dari orang tua mengenai kronologi perkembangan anak adalah hal terpenting dalam menentukan keakuratan hasil diagnosa. Secara sekilas, penyandang autisme dapat terlihat seperti anak dengan keterbelakangan mental, kelainan perilaku, gangguan pendengaran atau bahkan berperilaku aneh dan nyentrik. Yang lebih menyulitkan lagi adalah semua gejala tersebut diatas dapat timbul secara bersamaan.
Karenanya sangatlah penting untuk membedakan antara autisme dengan yang lainnya sehingga diagnosa yang akurat dan penanganan sedini mungkin dapat dilakukan untuk menentukan terapi yang tepat
Adapun Diagnosa Autis Yang Biasanya Terjadi Adalah :
a.       Resiko terjadi trauma b/d keinginan untuk bunuh diri
b.      Gangguan komunikasi verbal b/d keterlambatan dan gangguan Intelektual
c.       Gangguan interaksi sosial b/d menarik diri


3.      Implementasi
1.)    Tujuan :
Agar anak dapat menghindari benda-benda tajam atau benda-benda yang membahayakan dirinya.
a.       Bina hubungan saling percaya
b.      Hindari benda yang berbahaya di sekitar klien
c.       Observasi perilaku yang membahayakan klien
d.      Berikan aktivitas yang positif untuk mengembangkan kemampuan
e.       Dorong anak agar mau bermain dengan teman-temannya sebagai alat untuk distraksi agar tidak menyendiri
f.       Beri reinforcement bila anak dapat mengurangi perilaku yang berbahaya
2.)    Tujuan :
Anak dapat berkomunikasi dengan verbal sehingga ia dapat melakukan hubungan sosial engan orang lain.
a.       Bina hubungan saling percaya
b.      Berikan stimuli untuk mengadakan interaksi dengan lingkungan misal dengan alat permainan
c.       Gunakan kata-kata / kalimat yang mudah dimengerti
d.      Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan
e.       Beri reinforcement bila anak berhasil
3.)    Tujuan : 
Anak mampu mengadakan interaksi sosial dengan lingkungan
a.       Bina hibungan saling percaya
b.      Seringlah berinteraksi dengan anak
c.       Ajak anak untuk berinetraksi dengan teman sebayanya
d.      Beri sentuhan lembut pada anak
4        Evaluasi
a.       Memantau perilaku anak apakah masih melakukan tindakan yang sekiranya membahayakan dirinya.
b.      Mengobservasi kemampuan anak dalam berkomunikasi, apakah ada hambatan.
c.       Mengobservasi anak dalam berinteraksi sosial dengan orang lain, apakah anak sudah merasa senang dan nyaman.
REFERENSI :

Handojo. 2003. Auits. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer.
Soetjiningsih.1995. Tumbuh Kembang Anak..Jakarta : EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1998. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Infomedika.
Ward, N I.  Assessment of chemical factors in relation to child hyperactivity. J.Nutr.& Env.Med. (ABINGDON) 7(4);1997:333-342.
htpp://www.allergycenter/allergy Hormone.
htpp://www.allergies/wkm/behaviour.
htpp://www.allergycenter/UCK/allergy.













LAPORAN PENDAHULUAN
AUTISME & DOWN SYNDROME





Disusun Guna Memenuhi Tugas Dari Mata Kuliah
Keperawatan Anak I (KJR 212)











Disusun Oleh :
ANANG SATRIANTO

(0201100002 / II.A)



DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
MALANG
2004